JOKOWI: Teori Ekonomi Standard Sudah Tidak Relevan Lagi
Dalam Outlook Perekonomian 2023 yang digagas oleh Kemenko Perekonomian, Presiden Jokowi mengingatkan agar waspada dan tidak lagi menggunakan teori-teori ekonomi standard yang biasa dipakai dalam keadaan normal. Situasi global yang tak menentu, sudah tidak bisa lagi diukur, diprediksi dan dianalisa dengan patokan/pakem-pakem yang ada.
Tahun 2014-an kita masih dianggap negara yang rentan terpuruk, masuk ke dalam the fragile Five bersama 4 negara lainnya: Brazil, India, Afrika Selatan, dan Turki. Defisit transaksi berjalan saat itu berada di angka 27,5 milyard USD, sementara di 2015 pada angka 17,5 milyard USD. Defisit neraca dagang indonesia di angka 2,2 milyard USD di 2014. Saat itulah Jokowi mengomando jajaran kabinet untuk memperbaiki faktor fundamental dengan langkah struktural demi perbaikan makroekonomi.
Saat itu posisi SBN (Surat Berharga Negara) Indonesia 2014 30.8%, sekarang hanya 14,8% saja yang dikuasai asing, sehingga Indonesia tidak rentan goyah ekonominya ketika ada capital outflow. Di Kwartal 3 2022 neraca transaksi berjalan indonesia sudah surplus 8,9 milyard USD (sekitar 0,9% dari PDB kita). Presiden menyatakan bahwa perbaikan-perbaikan dalam pembangunan itu nyata dan dapat dibuktikan secara kuantitatif berupa angka-angka positif.
Presiden mengenang masa-masa sulit saat didera pandemi Covid19, 80% menteri-menterinya menyarankan untuk lockdown, begitu juga masyarakat memberikan tekanan yang sama, agar beliau melakukan lockwodn total. Jika saja presiden mengalah dengan keadaan, barangkali beliau menegaskan pertumbuhan kita tak sebaik sekarang ini. Belum lagi saat type Omicron menggejala sampai-sampai kasus harian mencapai 60.000 orang situasi benar-benar mempersulit keadaan.
Jokowi menggambarkan situasi sulit tersebut dengan APD (Alat Pelindung Diri) yang kurang, obat-obatan terbatas untungnya bangsa ini tetap tenang dan menghadapinya bersama-sama, sehingga situasi sulit itu bisa terkelola dengan baik. Kasus harian saat ini hanya di angkat 1200-an saja sekarang, patut disyukuri bersama. Mudah-mudahan akhir tahun ini Presiden berharap bisa menyatakan berhenti PSBB dan PPKM di seluruh Indonesia. Jokowi menandaskan pentingnya merefleksi diri bahwa betapa sulit kita menghadapi situasi krisis seperti itu dan menjadi pembelajaran bersama-sama.
Kasus fundamental bangsa ini adalah kita terlalu membiarkan aset-aset negara yang tidak produktif. Ada yang 10 hingga 20 tahun dibiarkan konsesinya. Maka Presiden memerintahkan kementerian investasi untuk mencabut 2078 konsesi-konsesi baik hutan ataupun tambang untuk diberikan kepada pihak lain yang punya kemampuan uang dan orang sehingga mempercepat efek ekonomi negeri ini. Diberikan gudang, diberikan peralatan malah gak difungsikan, Jokowi geram dengan perilaku begini, sehingga menjadi catatan yang memberatkan laju ekonomi negara ini. Ada juga yang salah dalam pembelanjaan, peralatan dibeli bukan karena kebutuhan, sekedar menghabiskan anggaran akhir tahun.
Faktor penting berikutnya menurut Presiden adalah hilirisasi, Indonesia musti menyetop ekspor bahan-bahan minerba (pertambangan mineral dan batu bara). Walau tidak dilakukan secara sekaligus, tapi secara gradual pemerintah telah memberlakukannya satu demi satu, sehingga ada kemajuan dalam peningkatan nilai tambah pada angka eksport kita. Sebagai perbandingan, Presiden menyitir 1,1 milyard USD nilai jual ekspor bahan nikel mentah, dibanding dengan hilirisasi di angka 30 milyard USD.
Angka yang jauh jomplang tersebut belum termasuk pendapatan negara yang hilang karena: angka export yang begitu kecil, pajak tidak dapat, deviden gak dapat, royalti gak dapat, bea export gak dapat, tenaga kerja juga gak dapat, ini harus dihentikan ujarnya tegas. Dalam waktu dekat, setelah nikel, Indonesia akan menghentikan juga material lain agar tidak lagi diekspor mentah-mentah keluar negeri.
Bersambung...